Kebijakan tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat, terutama pada impor barang dari berbagai negara, telah menimbulkan ketidakpastian di pasar global. Tarif ini meningkatkan biaya impor, memicu inflasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Akibatnya, bank-bank sentral di berbagai negara menghadapi tekanan untuk menyesuaikan kebijakan moneter mereka agar dapat meredam dampak negatif tersebut. (11/7/2025) Jumat.
Murray Collins menyebutkan negara-negara Asia tersebut termasuk Indonesia, Korea Selatan, dan Filipina, pada semester I tahun ini telah menurunkan suku bunga untuk mengurangi tekanan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.
“Menurut kami, di paruh kedua tahun ini, kemungkinan bank sentral di kawasan ini (Asia) akan memangkas suku bunga untuk membantu mengimbangi dampak negatif tarif (resiprokal AS) terhadap ekspor,” ujarnya dalam webinar yang diikuti dari Jakarta, Kamis.
Ia menuturkan Indonesia dan Filipina menunjukkan ketahanan yang tinggi (high resilience) berkat meningkatnya konsumsi lokal, terutama dalam beberapa bulan terakhir. (11/7)
Potensi Risiko dan Tantangan
Meskipun pemangkasan suku bunga dapat membantu, langkah ini juga memiliki risiko. Suku bunga yang terlalu rendah dalam jangka panjang dapat memicu gelembung aset dan mengurangi ruang gerak bank sentral untuk menghadapi krisis di masa depan. Selain itu, efektivitas pemangkasan suku bunga bisa terbatas jika masalah utama adalah gangguan rantai pasok akibat tarif.
Bank sentral kemungkinan akan terus memantau perkembangan kebijakan tarif AS dan dampaknya terhadap ekonomi global. Investor dan masyarakat perlu waspada terhadap perubahan kebijakan moneter yang dapat memengaruhi pasar keuangan dan kondisi ekonomi secara luas. Menyesuaikan strategi keuangan dengan situasi ini menjadi kunci untuk menghadapi ketidakpastian yang ada.